BAB II LANDASAN TEORI


A.  Organisasi Sektor Publik
1.    Pengertian Organisasi Sektor Publik
Sektor publik seringkali dipahami sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum. Di setiap negara, cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama. Tidak ada definisi yang secara komprehensif dan lengkap bisa digunakan untuk semua sistem pemerintahan. Di Indonesia, berbagai organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, sejumlah perusahaan dimana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan dan organisasi-organisasi massa (Mahsun, Firma dan Andre 2007: 4-5)
Organisasi sektor publik bukan semata-mata organisasi sosial yang non-profit oriented. Banyak yang menganggap organisasi sektor publik pasti non-profit. Anggapan ini kurang tepat, karena organisasi sektor publik ada yang bertipe quasi nonprofit. Quasi nonprofit bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyrakat dengan motif surplus (laba) agar terjadi keberlangsungan organisasi dan memberikan kontribusi pendapatan negara atau daerah. Perlu ditegaskan bahwa organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial, bukan hanya organisasi nonprofit dan juga bukan hanya organisasi pemerintahan (Mahsun, Firma dan Andre 2007: 11)

2.    Tipe Organisasi Sektor Publik
Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada tipe organisasi. Pada dasarnya terdapat 4 (empat) jenis tipe organisasi, yaitu (1) pure-profit organization, (2) quasi-profit organization, (3) quasi-nonprofit organization dan (4) pure-nonprofit organization. Perbedaan empat tipe organisasi tersebut terutama dilihat dari tujuan operasi dan sumber pendanaannya.
a.    Pure-Profit Organization, tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari para investor swasta dan kreditor. Contohnya pasar swalayan, salon kecantikan dan distro.
b.    Quasi-Profit Organization, tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba dan mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor swasta, investor pemerintah, kreditor dan para anggota. Contohnya PT PLN Persero, PT KAI, PT. Telkom, dan BUMD.
c.    Quasi-Nonprofit Organization, menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta dan kreditor. Contohnya rumah sakit dan institusi pendidikan.
d.   Pure-Nonprofit Organization, menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, hibah dan sumbangan. Contohnya panti asuhan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi pemerintahan.

3.    Tipe Barang atau Pelayanan Organisasi Sektor Publik
Terlalu sulit untuk menarik garis lurus yang bisa memisahkan secara tegas area sektor publik dengaan area sektor swasta. Salah satu cara yang bisa membantu membedakan area kedua sektor publik dan swasta tersebut adalah dengan berpedoman pada kategorisasi tipe barang atau pelayanan, yaitu pure public goods, quasi public goods, quasi private goods dan pure private goods.
a.    Pure Public Goods, adalah barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama. Pure public goods dalam pengertian ini termasuk layanan atau jasa yang diberikan untuk kepentingan masyarakat luas. Ada 4 (empat) ciri utama pure public goods, yaitu:
1)   Nonrivalry in Consumption, pure public goods merupakan konsumsi umum sehingga konsumen tidak bersaing dalam mengkonsumsinya.
2)   Nonexcusive, penawaran atas pure public goods tidak hanya diperuntukkan bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya sehingga tidak ada yang eksklusif antarorang dalam masyarakat, sehingga mempunyai hak yang sama dalam mengonsumsinya.
3)   Low Excludability, penyedia atau konsumen suatu barang atau pelayanan tidak bisa menghalangi (atau mengecualikan) orang lain untuk menggunakan atau memperoleh manfaat dari barang tersebut.
4)   Low Competitive, antar penyedia pure public goods tidak saling bersaing secara ketat. Hal ii karena keberadaan barang ini tersedia dalam jumlah dan kualitas yang sama.
b.    Quasi Public Goods, adalah barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut dinikmati oleh seluruh masyarakat, namun apabila dikonsumsi oleh individu tertentu akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut.
c.    Quasi Private Goods, adalah barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat yang mana manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh orang yang membelinya walaupun sebetulnya barang atau jasa tersebut dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
d.   Pure Private Goods, adalah barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat yang mana manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh orang yang membelinya dan yang tidak membelinya tidak dapat menikmati barang atau jasa tersebut. Terdapat 4 (empat) ciri utama barng privat, yaitu:
1)   Rivalry in Consumption, barang privat bukan merupakan konsumsi umum sehingga terdapat persaingan antarpengguna dalam mengkonsumsinya.
2)   Exclusive, penawaran atas barang privat hanya diperuntukkan bagi seseorang yang mampu menggantikan nilai barang yang disediakan tersebut (bersifat eksklusif). Seseorang yang tidak memiliki sumber daya yang cukup, tidak bisa mengkonsumsinya.
3)   Excludability, penyedia atau konsumen sautu barang atau pelayanan bisa menghalangi (atau mengecualikan) orang lain untuk menggunakan atau memperoleh manfaat dari barang tersebut.
4)   High Competitive, antarpenyedia (produsen) barang privat saling bersaing secara ketat. Akhirnya barang privat yang tersedia dipasar sangat beraneka ragam baik jumlah maupun kualitasnya.

4.    Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002, dalam Mahsun, Firma dan Andre 2007: 157)
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:
a.    Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
b.    Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
c.    Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
d.   Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas).

B.  Metode Balanced Scorecard
1.    Pengertian Metode Balanced Scorecard
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel dimasa depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2001: 1-2).
Balanced merupakan sistem manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan strategi organisasi kedalam tujuan dan ukuran operasional. Tujuan dan ukuran operasional tersebut kemudian dinyatakan dalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, pelanggan (customers), proses bisnis internal (internal business process), serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) (Imelda: 2004).

2.    Keunggulan Metode Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang, (4) terukur.
a.    Komprehensif, Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
b.    Koheren, Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik.
c.    Seimbang, Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
d.   Terukur, Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut.

3.    Proses Implementasi Balanced Scorecard
a.    Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
b.    Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
c.    Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
d.   Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan  mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya.

C.  Penerapan Balanced Scorecard pada Lembaga Pendidikan
1.    Perubahan Konsep Metode Balanced Scorecard
Lembaga pendidikan merupakan salah satu bentuk organisasi sektor publik (quasi-nonprofit organization). Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya.
Untuk memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep balanced scorecard. Perubahan yang terjadi antara lain:
a.    Perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard untuk organisasi sektor publik adalah misi untuk melayani masyarakat.
b.    Perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan.
c.    Perspektif customers menjadi customers & stakeholders.
d.   Perubahan perspektif learning & growth menjadi perspektif employess and organization capacity.
Gambaran balanced scorecard yang digunakan dalam organisasi publik dapat digambarkan sebagai berikut











 









Gambar 1. Balanced Scorecard untuk Organisasi Publik (Imelda: 2004)
2.    Perspektif Balanced Scorecard pada Lembaga Pendidikan
Tujuan organisasi sektor publik adalah untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, demikian juga halnya dengan lembaga pendidikan. Tujuan tersebut kemudian dinyatakan dalam empat perspektif, yaitu:
a.    Perspektif Pelanggan.
Dalam perspektif pelanggan, organisasi mengidentifikasikan pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Tujuan yang bisa ditetapkan dalam perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan pelanggan. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perspektif ini antara lain retensi pelanggan, kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan, akuisisi pelanggan baru, market share, dan lainnya. Dalam perspektif ini organisasi menyusun strategi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya memberikan keuntungan finansial bagi organisasi.
Dalam dunia pendidikan, pelanggan dibagi menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Yang termasuk pelanggan internal adalah siswa-siswi yang terdaftar dalam institusi pendidikan tersebut. Sedangkan yang termasuk dalam pelanggan eksternal adalah orang tua/wali murid dari siswa-siswi tersebut. Stakeholder dari institusi pendidikan ini antara lain orang tua/wali murid, komite sekolah, tokoh-tokoh masyarakat, pengawas, aparat Dinas Pendidikan, alumni, unsur profesi dan pengusaha.
Indikator yang dapat digunakan untuk menilai perspektif ini adalah tingkat kepuasan pelanggan yang bisa diketahui melalui survei pelanggan, serta sikap dan perilaku pelanggan yang dapat diketahui dari keluhan-keluhan yang mereka sampaikan.
b.    Perspektif Keuangan.
Perspektif keuangan menggambarkan pemberian layanan yang efisien. Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan ketercapaian target keuangan sebagaimana rencana organisasi.
Institusi pendidikan sebagai organisasi publik (quasi-nonprofit organization) memperoleh pendanaan dari bermacam-macam sumber untuk membiayai pelaksanaan misinya. Jika organisasi terus-menerus mampu mengumpulkan dana yang melebihi atau mampu menutupi pembiayaannnya, maka usaha tersebut akan berhasil. Kecukupan dana tidak hanya tergantung pada banyaknya dana yang dapat dikumpulkan, tetapi juga pada kemampuan organisasi mengelola dana tersebut (Indrajit dan Djokopranoto, 2006: 170, dalam Suharyanty, 2008).
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur perspektif ini adalah analisis rasio keuangan, yaitu suatu teknik analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan keuangan lain secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Indikator penilaian yang sering digunakan adalah rasio kinerja operasi, rasio posisi keuangan, nilai organisasi dan tertib keuangan. Selain itu juga dapat digunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner.
c.    Perspektif Proses Bisnis Internal.
Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk melayani pelanggan (perspektif pelanggan) dan pemilik organisasi (perspektif finansial). Komponen utama dalam proses bisnis internal adalah:
1)   proses inovasi, yang diukur dengan banyaknya produk baru yang dihasilkan organisasi, waktu penyerahan produk ke pasar, dan lainnya.
2)   proses operasional, yang diukur dengan peningkatan kualitas produk, waktu proses produksi yang lebih pendek, dan lainnya.
3)   proses pelayanan, yang diukur dengan pelayanan purna jual, waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan lainnya.

d.   Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif ini menggambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota serta kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Perspektif ini memuat indikator mengenai seberapa jauh manfaat dari pengembangan baru atau bagaimana hal ini dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan dimasa depan. Perspektif ini bertujuan meningkatkan kemampuan karyawan baik akademik maupun nonakademik, meningkatkan kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan keselarasan dan motivasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

August Comte (1798 – 1857)

CARA MENGURUS BPJS KESEHATAN BAGI CPNS